HIDUP YANG TAK ADIL

Tadi siang aku bertemu dengan pak Yahya, seorang pengemis asal Cilegon yang merantau jauh ke daerahku Cipanas.
Dia hidup sebatang kara, di tinggal anak-anaknya yang dibawa pergi oleh suaminya, istri beliaupun sudah lama meninggal katanya.

Pak yahya tampak lusuh ketika aku hampiri, dengan pakaian biasa dan tongkat yang penuh tambalan karet di sampingnya.
Tak ada yang spesial.

Aku berbincang dengannya di pasar Cipanas, tepatnya di atas tangga dekat pintu masuk pasar. Lama ku berbincang ia menceritakan kisahnya, dari masa iya muda sampai ia seperti ini.



Aku yang mendengar ceritanya serasa ingin menangis, betapa tidak? Ia bercerita dengan derai air mata. Dalam hidupnya ia cuma punya satu keluhan terhadap anak-anaknya yang tega menelantarkannya.

Geram rasanya mendengar hal tersebut, bisa di bayangkan jika seorang ayah yang menjadi tulang punggung keluarga semasa kita kecil, ditinggalkan oleh kita dengan alasan kita tak lagi hidup dengannya.

Tak lama setelah itu aku bertanya padanya,"Bapak atos tuang?" Iya hanya tersenyum dan berkata "Paling kin sonteun, acan aya ayena mah jang",jawabnya dengan penuh rasa malu. Aku yang melihat hal tersebut langsung pergi membelikan ia makan.

Setelah aku membeli nasi dan menemuinya kembali ia terlihat senang dan sontak berterima kasih sambil menangis. Ia lalu berkata "Hatur nuhun ujang, mugia ujang dipaparin kasehatan ...." dan seterusnya.

Sontak aku terharu, betapa sebungkus nasi mampu berbalas kucuran doa, dan betapa sebungkus nasi sangatlah berharga.
Aku yang sering membuang nasi karena tak habis dan kekenyangan sontak merasa malu.

Lama waktu berlalu aku pamit dan pergi meninggalkannya, dari kejauhan masih terlihat betapa ia sangat bersyukur dan penuh dengan kegembiraan.


D2N
10/03/2021




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Nilai Perlu Dilindungi

ARSHAKA BUNGA

SELAMAT BERPROSES